Saturday, 16 November 2013

Jurnal Koperasi: Peran Koperasi Dalam Pereknomian Indonesia oleh Burhanuddin Abdullah (Rektor IKOPIN)

Peran Koperasi Dalam Perekonomian Indonesia
Oleh :
Burhanuddin Abdullah
(Rektor IKOPIN)

Ikhtisar

1. Sepanjang perjalanannya, perekonomian Indonesia telah mengalami perubahan yang cukup besar. Struktur ekonomi yang semula sangat berat ke sektor primer khususnya pertanian telah semakin merata ke sektor sekunder, industri manufaktur, dan jasa-jasa. Produk yang dihasilkan pun semakin beragam dari yang sangat sederhana dengan padat karya sampai ke produk dengan padat modal, pengetahuan, dan teknologi. Akan tetapi, kemiskinan dalam jumlah yang cukup besar dalam masyarakat kita masih menjadi pemandangan yang memilukan. Upaya-upaya pemerataan pendapatan, akses, dan kesempatan masih sangat jauh dari keberhasilan. Dalam kaitan ini, koperasi yang diyakini dapat menjadi wahana bagi usaha bersama untuk meraih kesejahteraan bersama masih belum menunjukkan kinerjanya yang membanggakan. Tulisan pendek ini ingin mendeskripsikan sejauh mana perjalanan perekonomian Indonesia sambil melihat bagaimana kiprah koperasi di dalamnya.

Perekonomian Indonesia Terkini dan Permasalahannya

2. Laporan dan pandangan yang sering kita baca tentang perekonomian Indonesia antara lain sebagai berikut. Perekonomian Indonesia tumbuh dengan mengesankan. Pendapatan perkapita meningkat dari US$732,1 pada tahun 2000 menjadi US$2.696 pada tahun 2009, sekitar US$3.000 pada tahun 2010, dan US$3400 pada tahun 2011, dan mungkin US$3700 pada tahun 2012. Tahun 2013 ini diperkirakan akan menyentuh angka US$4000. Bahkan McKinsey dalam laporannya memperkirakan ekonomi Indonesia akan menjadi Negara no 7 di dunia mengalahkan Inggris dan Jerman pada tahun 2030. Hal tersebut terjadi karena peningkatan produktivitas dan konsumsi dari tambahan penduduk baru sekitar 90 juta. Sementara ini, pertumbuhan ekonomi rata-rata sektoral 5%. Cadangan devisa terus meningkat (di sekitar US$110 milyar). Rasio utang terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) menurun drastis dari di atas 100% pada saat krisis 1998 menjadi kurang dari 40%. Debt service ratio menjadi kurang dari 30 %. Credit Rating Indonesia yang terus membaik.

3. Yang jarang kita dengar tentang perekonomian kita yaitu bahwa sebenarnya Indonesia harus bertumbuh lebih cepat untuk mempertahankan agar tetap berada di tempat yang sama atau tumbuh lebih cepat lagi agar bisa pindah ke peringkat yang lebih tinggi. Hal ini terjadi karena posisi relatif perekonomian kita menurun dibandingkan dengan Negara tetangga. Transformasi struktural yang sudah berjalan cukup jauh (dari sektor primer ke tertier) dan diversifikasi produk yang semakin beragam belum secara signifikan menurunkan tingkat pengangguran karena kecenderungan pertumbuhan ekonomi yang tidak inklusif (terpusat pada yang padat modal/teknologi). Fenomena dualistic economy antara sektor formal dan non-formal sebagaimana dilansir oleh Boeke pada tahun 1930-an masih berlanjut sampai sekarang, baik pada sektor riil maupun sektor finansial. Kesenjangan antar-sektor ini semakin berkembang dengan kesenjangan antar desa-kota, Jawa-Luar Jawa, pertanian-nonpertanian, UMKM vs pengusaha konglomerasi (termasuk BUMN/D). Sektor informal semakin bertambah dengan tingkat pendapatan yang semakin rendah tanpa jaminan kesehatan, hari tua, dan pengangguran. Tingkat Kemiskinan masih tetap tinggi yang semakin mengkhawatirkan dan merupakan bagian dari “black-spot” yang cukup mengganggu kinerja ekonomi kita.

4. Kita menghadapi permasalahan yang sangat berat yaitu pertumbuhan ekonomi kita yang tidak inklusif, pemilikan aset ekonomi yang semakin timpang, kemiskinan yang masif, pasar yang tidak efisien, dan trickle down effect tidak terjadi. Selain itu, sebagian besar masyarakat kita menghadapi persoalan akses kepada sumberdaya ekonomi yang melanggengkan ekonomi dualistik, kesenjangan struktural baik di sektor riil maupun sektor keuangan. Fungsi alokasi dan distribusi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Barang dan jasa publik yang diproduksi pemerintah tidak sesuai dengan aspirasi sebagian besar rakyat (misalnya, infrastruktur perekonomian). Upaya peningkatan daya saing dan produktivitas yang lama tertunda.

5. Saya ingin mengutip pernyataan J. Stiglitz dalam bukunya “The Price of Inequality” sebagai berikut. Inequality does not arise in a vacuum. It results from the interplay of market forces and political machinations. Over time, our politics has shaped the market in ways that advantage those at the top at the expense of the rest of society. Stiglitz juga meneruskan dengan mengatakan bahwa dalam keadaan ketimpangan maka “Demokrasi hanya untuk yang punya uang, dan tidak responsif pada kepentingan rakyat banyak, menghilangnya kesempatan yang sama bagi semua, ketidakadilan merajalela, dan merosotnya rasa identitas nasional. Akibat akhirnya adalah pertumbuhan ekonomi akan melambat, GDP lebih rendah, dan meningkatnya ketidakstabilan.

6. Para pendiri Republik ini meyakini bahwa ketimpangan pendapatan yang sangat jauh tidak boleh terjadi. Saya yakin demikian karena mereka mengalami situasi yang memilukan pada jaman penjajahan, sebagaimana yang dilaporkan oleh Prof. Sumitro Djojohadikusumo. Pada tahun 1936, 98% rakyat Indonesia pribumi menerima 20% dari PDB, Orang Asia lainnya yang kurang dari 2% menerima 20%, dan orang Eropa yang kurang dari 0,5% menerima 60% dari PDB (Sumitro Djojohadikusumo). Bandingkan misalnya dengan keadaan di tahun 2011, dimana pengusaha kecil dan menengah yang jumlahnya 99,5% hanya menerima 55% dan pengusaha besar yang jumlahnya hanya 0,5% menerima 45 persen. Setiap kenaikan nilai tambah (PDB) 1%, pengusaha kecil mendapat bagian 1 (satu), pengusaha menengah 3 (tiga) dan pengusaha besar mendapat bagian 170. Oleh karena itu tidak mengherankan kalau tingkat kesenjangan pendapatan kita semakin melebar (gini ratio 0,33 pada tahun 1997 menjadi 0,41 pada 2012). Orang kaya semakin kaya, orang miskin semakin banyak anak.

7. Oleh karena itu pula, saya yakin para pendiri republik ini sangat berharap koperasi akan menjadi alat untuk lebih memeratakan pendapatan. Mereka memimpikan suatu perekonomian yang disusun berasaskan kekeluargaan sehingga kemakmuran bukan untuk orang perorang tetapi untuk semua. Sistem ekonomi koperasi yang tumbuh dari perkembangan masyarakat dan berkembang serta mengalami kemajuan untuk masyarakat itu sendiri. Koperasi secara mikro berasal dari anggota, oleh dan untuk anggota. Penjelasan pasal 33 UUD 1945 menyatakan bahwa “Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.”

8. Akan tetapi, sampai saat ini, kita belum terlalu gembira dengan peran yang sudahdimainkan oleh koperasi dalam perekonomian kita. Kita mungkin cenderung untuk bertanya-tanya seberapa besar peran koperasi dalam perekonomian kita. Kita memerlukan data. Informasi yang ada agak cenderung kurang akurat dan mungkin tidak cermat. Yang jelas peran koperasi dalam pembentukan PDB kita sangat kecil. (Prof. Mubyarto pernah memperkirakan sekitar 2 %, Bambang Ismawan pernah menyebut angka 5%). Bandingkan misalnya dengan Finlandia 21%, Selandia Baru 22%, Swiss 16,4% dan Swedia 13%, bahkan di Kenya yang baru berkembang, koperasi mempunyai pangsa PDB 45%.

Sejarah Perjalanan Koperasi kita

9. Koperasi telah mengalami perjalanan yang cukup panjang. Secara formal kita sebentar lagi akan merayakan hari koperasi yang ke 66. Akan tetapi, awal pengenalan koperasi diyakini sudah lebih dari seabad yang lalu, yaitu ketika Patih Purwokerto, R. Aria Wiriaatmadja, mendirikan Koperasi Kredit untuk membantu rakyat yang terlilit hutang. Langkah ini kemudian diikuti oleh organisasi-organisasi pergerakan di awal abad 20, seperti perkumpulan Budi Utomo (1908) yang dipelopori oleh Dr. Sutomo dan Gunawan Mangunkusumo, dan Serikat Dagang Islam (SDI) pada sekitar 1911 yang mempropagandakan cita-cita koperasi yang dipimpin oleh H. Samanhudi dan H.O.S Cokroaminoto.

10. Peraturan perundang-undangan tentang koperasi terus berubah dan berkembang sejalan dengan perubahan jaman dan kemajuan perekonomian. Pada masa sebelum kemerdekaan, pemerintah colonial Belanda mengeluarkan peraturan koperasi tanggal 7 April Staatssblad Nomor 431 tahun 1915 yang bersifat sangat restriktif. Rakyat nyaris tidak mungkin mendirikan koperasi, karena harus mendapat izin terlebih dahulu dari Gubernur Jenderal, dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Belanda, dengan ongkos materai yang sangat mahal (50 gulden), dan hak tanah harus menurut hukum Eropa, serta pendiriannya harus diumumkan di Javasche Courant dengan biaya yang tinggi.

11. Setelah melalui penelitian oleh panitia koperasi yang dipimpin oleh Boeke H. J., pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan nomor 91 tahun 1927 yang isinya lebih ringan dari pada peraturan Tahun 1915, antara lain akta pendirian koperasi tidak perlu dari Notaris, cukup didaftarkan saja pada Penasehat Urusan Kredit Rakyat dan Koperasi, dapat ditulis dalam bahasa daerah, ongkos materai hanya 3 Golden, hak atas tanah dapat menurut hukum adat, dan koperasi bagi orang Indonesia asli mempunyai badan hukum secara adat. Pada Tahun 1932 Partai Nasional Indonesia (PNI) mengadakan kongres koperasi di Jakarta, dan berkat kongres tersebut, koperasi tumbuh dimana-mana, di desa-desa dianjurkan untuk didirikan koperasi Tani (Rukun Tani).

12. Pada jaman pendudukan Jepang koperasi mengalami masa yang paling suram. Menurut Undang-undang Nomor 23 tahu 1942, orang yang mendirikan perkumpulan termasuk koperasi harus terlebih dahulu mendapat izin dari pembesar setempat (Suchukan Residen). Pemerintah Jepang mendirikan Kumiai, sebenarnya bukan koperasi, akan tetapi sebagai alat untuk keperluan mengumpulkan bahan untuk peperangan sehingga saat itu semangat berkoperasi semakin mundur, karena menyimpang dari tujuan dan fungsi koperasi.

13. Setelah proklamasi kemerdekaan, pemerintah menempuh kebijakan untuk menggiatkan pembangunan organisasi perekonomian rakyat, terutama koperasi, memperluas pendidikan dan penerangan tentang koperasi, dan memberikan kredit kepada para produsen Indonesia dalam lapangan industri maupun pertanian, yang pada umumnya bermodal kecil. Aturan pertama yang dikeluarkan di masa kemerdekaan adalah Undang-undang Tahun 1949, Staatsblad Nomor 179 yang memberikan keringanan yang lebih jauh dan mendekati keinginan rakyat, antara lain (i) Pendirian Koperasi tidak perlu lagi melalui Notaris, tetapi tetap berada dalam pengawasan pemerintah; (ii) Keanggotaan terbuka bagi siapa saja, tanpa memandang bangsa dan golongan; dan (iii) Peranan Pemerintah hanya sebagai pengatur saja.

14. Pada 27 Oktober 1958, Pemerintah mengeluarkan Undang-undang perekonomian Nomor 79 yang berlandaskan pada Undang-undang Dasar Tahun 1950 Pasal 38 dan mengambil sari Pasal 33 UUD 1945. Dengan keluarnya Undang-undang ini, koperasi agak mengalami kemajuan. Kemudian, dengan Undang-undang Nomor 60 tahun 1958, pemerintah berusaha menumbuhkan dan mengawasi perkembangan koperasi Indonesia, dan membentuk Direktorat Koperasi yang bertanggungjawab langsung atas perkembangan koperasi di Indonesia. Tugas direktorat koperasi tersebut, antara lain (i) Menumbuhkan organisasi koperasi dalam segala sektor perekonomian; (ii) Mengadakan pengamatan dan bimbingan terhadap koperasi; (iii) Memberikan bantuan moril maupun materiil; (iv) Mendaftarkan dan memberikan pengesahan badan hukum kepada perkumpulan-perkumpulan koperasi. Dalam merealisasikan usaha tersebut, dengan instruksi Presiden Nomor: 2 tahun 1960, pemerintah membentuk Badan Penggerak Koperasi (BAPENGKOP), suatu badan yang bertugas mengkoordinasikan kegiatan instansi-instansi pemerintah untuk menumbuhkan gerakan koperasi secara teratur dari pusat sampai ke daerahdaerah.

15. Ketika diselenggarakan Musyawarah Nasional Koperasi (Munaskop) ke II dari 2- 10 Agustus 1965, disusunlah Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 1965. Undang-undang ini menyimpang dan menyelewengkan landasan-landasan, asas-asas, serta sendi dasar koperasi. Pemerintah pada waktu itu menjadikan koperasi sebagai abdi politik dan alat revolusi, bukan sebagai organ untuk memperbaiki ekonomi rakyat.

16. Di awal pemerintahan orde baru, pemerintah melakukan reorientasi pembangunan ekonomi. Dalam kaitan itu, Pemerintah mengeluarkan Undangundang RI Nomor 12 Tahun 1967 tanggal 18 Desember 1967 tentang pokokpokok perkoperasian. Undang-undang tersebut sudah lebih baik dan dianggap cukup sesuai dengan asas dan sendi dasar (prinsip) koperasi. Sebagai pelaksanaan dari Undang-undang tersebut , Menteri Transmigrasi dan Koperasi mengeluarkan keputusan nomor 64 /kpts/Mentranskop/1967 pada tanggal 16 Juli 1969 yang mengharuskan Koperasi untuk berbadan hukum. Beberapa bulan kemudian, tepatnya pada 9 Februari 1970 dibentuk pula wadah gerakan koperasi yang diberi nama Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN).

17. Sekitar 25 tahun kemudian, Undang-undang 12/1967 itu disempurnakan dengan dikeluarkannya Undang-undang RI nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Pasal 3 pada Undang-undang tersebut menegaskan bahwa koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional, dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang dasar 1945. Selain itu, Pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor : 9 Tahun 1995 Tentang Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi. Peraturan Pemerintah tersebut juga sekaligus memperjelas kedudukan koperasi dalam usaha jasa keuangan, yang membedakan koperasi yang bergerak di sektor moneter dan sektor riil. Koperasi dan Masa Depan Perekonomian Kita.

18. Dinamika politik, ekonomi, dan sosial bangsa Indonesia dalam perjalanannya selama ini untuk sebagian tercermin dalam perubahan perundang-undangan yang menyangkut perkoperasian. Meskipun senantiasa berubah dari jaman ke jaman, cita-cita utama gerakan perkoperasian, yaitu keinginan bersama untuk secara bersama-sama meningkatkan kesejahteraan untuk semua tetap menyala seperti sediakala. Begitu dalamnya cita-cita ini dalam hati setiap orang Indonesia sehingga kalau ada inisiatif atau gagasan untuk melakukan usaha secara bersama maka yang terpikir pertama adalah mendirikan koperasi. Barangkali itu pulalah yang bisa menjelaskan sebagian mengapa semangat untuk mendirikan koperasi tetap tinggi. Jumlah koperasi di Indonesia hampir mencapai angka 200 ribu dengan jumlah anggota mendekati 40 juta jiwa. Akan tetapi, dari jumlah koperasi yang sangat banyak itu, tidak satu pun yang memenuhi kriteria untuk bisa bersanding dengan koperasi besar dunia. Sampai saat ini belum ada koperasi di Indonesia yang masuk dalam Global 300, jajaran koperasi besar dunia. Negara-negara tetangga kita seperti Malaysia, Singapura, bahkan Vietnam sudah punya representasinya. Kalau kita bertanya lebih jauh lagi, kita mungkin perlu menelaah lebih seksama dan cermat, sejauh mana kualitas koperasi kita.

19. Sebentar lagi kita akan memasuki era ekonomi regional dan global yang lebih terbuka. Masyarakat Ekonomi Asean sudah berada di ujung mata. Persaingan antar pelaku ekonomi di antara Negara Asean akan semakin sengit. Usaha besar, koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah, serta perseorangan bukan hanya akan bertarung antar sesamanya tetapi akan lebih meluas dan mendalam antar pelaku ekonomi antar Negara. Tanpa globalisasi saja koperasi kita tidak terlalu berhasil dalam persaingan dengan pelaku usaha lainnya di dalam negeri. Apalagi dengan keterbukaan perekonomian yang tak mengenal tapal batas. Kita harus bersiap untuk melakukan pertarungan yang menentukan. Pertanyaannya, apakah kita memang serius melakukan persiapan yang diperlukan? Saya sangat meragukan kesiapan kita. Saya juga menjadi sangat “keder” pada waktu berkunjung ke Chiangmai beberapa bulan yang lalu, seorang teman di sana mengatakan bahwa profesi tertentu seperti dokter, akuntan, pengacara di Thailand sudah sejak beberapa waktu yang lalu mengikuti kursus bahasa Indonesia, mempersiapkan diri untuk menyongsong 2015.

20. Untuk memenangkan pertarungan dalam kerangka globalisasi ekonomi, tentu banyak persyaratan yang harus dipenuhi. Tanpa memiliki persyaratan tersebut, kita hanya akan jadi obyek dan pasar bagi produk yang dihasilkan bangsa lain. Kita harus memiliki antara lain (i) modal pengetahuan yang cukup, (ii) modal finansial yang memadai, stabil dan berkembang baik, (iii) modal keterampilan manajerial yang handal dalam bidang usaha yang digeluti, (iv) fokus pada core business yang digarap, (v) dengan skala ekonomi yang dirancang dan dikembangkan dengan baik, dan (vi) dijalankan secara professional. Persyaratan itu berlaku untuk semua pelaku usaha termasuk koperasi. Oleh karena itu, meskipun belum benar-benar operasional, karena masih menunggu petunjuk pelaksanaan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (10 buah PP) dan peraturan menteri (7 PerMen) yang pada saat ini sedang disiapkan, saya menaruh harapan pada implementasi Undang-undang no 17 tahun 2012 tentang perkoperasian.

21. Saya berharap dengan implementasi Undang-undang tersebut akan memperbaiki kinerja koperasi kita di masa yang akan datang. Sebagian dari syarat-syarat untuk menjalankan usaha koperasi dalam era yang semakin kompetitif di masa yang akan datang dipersiapkan dalam undang-undang tersebut. Koperasi fokus pada core bisnis tertentu, memisahkan antara koperasi yang bergerak di sektor riil dan sektor keuangan. Undang-undang tersebut juga mengamanatkan agar koperasi dapat meningkatkan permodalan dan skala usaha ke tingkatan yang terus berkembang. Peran serta anggota dalam permodalan koperasi juga menjadi lebih stabil sehingga kinerja koperasi dapat diharapkan akan lebih baik. Selain itu, dengan dibukanya kemungkinan bagi koperasi untuk diurus oleh professional baik itu anggota atau bukan maka manajemen koperasi dapatlah kiranya bersaing dengan pelaku-pelaku usaha lainnya. Namun dalam hal pengelolaan koperasi dijalankan oleh profesional bukan anggota, maka acuan dan capaian pengelolaan yang dijalankan tetap mengacu pada capaian kinerja koperasi sesuai dengan nilai nilai, prinsip koperasi serta collective agreement.

22. Lebih jauh dari itu, untuk menguatkan kelembagaan koperasi, kiranya perlu dipikirkan untuk melakukan penggabungan koperasi sejenis sehingga dari sisi skala ekonomi, permodalan, dan cakupan kewilayahan memungkinkan koperasi sejenis tersebut untuk bukan hanya mampu bersaing dengan pelaku ekonomi lainnya tetapi juga tumbuh berkembang dan menjadi koperasi besar yang dapat diandalkan. Khusus untuk koperasi simpan-pinjam (KSP), Undang-undang tersebut juga menyiapkan perangkat struktur kelembagaan yang melengkapi koperasi agar berjalan dengan lebih baik. Pada saat ini sedang dipersiapkan PP tentang Lembaga Pengawasan KSP dan PP tentang Lembaga Penjamin Simpanan KSP agar para anggota KSP lebih tenteram di satu pihak dan KSP sendiri dapat bersaing dengan lembaga keuangan lainnya. Sementara itu, untuk penataan internal KSP suatu standar kompetensi bagi pengurus dan pengawas KSP sedang dipersiapkan pula.

23. Dengan demikian, kita boleh berharap bahwa koperasi di masa depan akan menjadi organisasi ekonomi yang sehat, mampu beroperasi secara dinamis, mandiri dan mampu menghadapi tantangan/tangguh, memiliki daya saing kuat, dan terpercaya sebagai entitas bisnis yang mendasarkan kegiatannya pada nilai dan prinsip koperasi serta sebagai salah satu sumber pertumbuhan dan pemerataan pendapatan yang didukung oleh manajemen modern.
Download Jurnal : Klik Disini

0 comments:

Post a Comment